Minggu, 24 November 2019

Teknik Keselamatan & Kesehatan Kerja


KALAH  KESELAMATAN & KESEHATAN KERJA
 DI PT. PEMBANGKIT JAWA BALI (PJB)





Disusun oleh :
                                    Nama               : M. Rizky Ptiyanto
                                    Kelas               : 4IC02
                                    NPM               : 25416095



FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
JURUSAN TEKNIK MESIN
UNIVERSITAS GUNADARMA
DEPOK
2019
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan hal yang tidak terpisahkan dalam sistem ketenagakerjaan dan sumber daya manusia. K3 tidak saja sangat penting dalam meningkatkan jaminan sosial dan kesejahteraan para pekerjanya akan tetapi jauh dari itu K3 mempunyai dampak positif atas keberlanjutan produktivitas kerja. Oleh sebab itu, isu K3 pada saat ini bukan sekedar kewajiban yang harus diperhatikan oleh para pekerja, akan tetapi juga harus dipenuhi oleh sebuah sistem pekerjaan. Dengan kata lain, pada saat ini K3 bukan semata sebagai kewajiban, akan tetapi sudah menjadi kebutuhan bagi setiap pekerja dan bagi setiap bentuk kegiatan pekerjaan.
Sebagai gambaran bahwa demikian luar biasanya korban kecelakaan yang diambil perbandingan antara korban perang dengan korban akibat kecelakaan kerja. Jumlah korban perang di negara Amerika Serikat pada Perang Dunia Kedua Tahun 1939-1945 sebanyak 22.088 (luka dan meninggal), sedangkan korban kecelakaan kerja di perusahaan adalah 1.219 meninggal dunia dan 160.747 luka-luka. Demikian pula untuk Inggris, korban peperangan mencapai 8.126, sedangkan korban kecelakaan di perusahaan adalah 107 kematian dan 22.002 luka-luka (Suma’mur, 2009). Sedangkan data statistik untuk kematian yang disebabkan oleh peperangan antara Spanyol-Amerika Serikat dan kematian yang disebabkan oleh industri selama 2 satu tahun antara 1906-1907 tercatat ada kematian sebanyak 385 kasus yang selama peperangan, dan 520 kematian yang disebabkan oleh industri (Hammer, 1989).
 Data kecelakaan di Indonesia atas populasi tenaga kerja 7-8 juta menunjukkan 100.000 peristiwa kecelakan kerja dan meyebabkan kehilangan hari kerja setiap tahunnya, kerugian rata-rata mencapai 100-200 milyar per tahun, korban meninggal per tahun rata-rata 1500-2000 orang, penelitian khusus tahun 2000 akibat kecelakaan kerja menunjukkan 70 juta sampai 500 juta jam kerja hilang. Dari berbagai data tersebut dapat diasumsikan bahwa populasi tenaga kerja adalah 50 juta, sedangkan perbandingan biaya tersembunyi terhadap biaya langsung adalah 4 : 1 (Suma’mur, 2009).
 Pencapaian keselamatan dan kesehatan kerja tidak lepas dari peran ergonomi, karena ergonomi berkaitan dengan orang yang bekerja, selain dalam rangka efektivitas, efisiensi dan produktifitas kerja (Tarwaka, 2010). Salah satu keluhan yang terjadi pada pekerja bidang angkat-angkut adalah nyeri pada otot. Keluhan yang biasa diderita pekerja di bidang angkat-angkut adalah pada sistem muskuloskeletal. Keluhan muskuloskeletal adalah keluhan pada bagian-bagian otot skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan sangat ringan sampai sangat sakit. Apabila otot menerima beban statis secara berulang dan dalam waktu yang lama, akan dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligamen dan tendon. Keluhan hingga kerusakan inilah yang biasanya diistilahkan dengan Musculoskeletal 3 Disorders (MSD’s) atau cedera pada system muskuloskeletal (Grandjean, 1993; Lemasters, 1996. Keduanya dalam Tarwaka, 2010).

B.      Tujuan Keselamatan dan kesehatan Kerja 
 Tujuan keselamatan dan kesehatan kerja yaitu :
1.      Mencegah terjadinya kecelakaan kerja.
2.      Mencegah timbulnya penyakit akibat suatu pekerjaan.
3.      Mencegah/ mengurangi kematian.
4.      Mencegah/mengurangi cacat tetap.
5.      Mengamankan material, konstruksi, pemakaian, pemeliharaan bangunan, alat-alat kerja, mesin-mesin, instalasi dan lain sebagainya.
6.      Meningkatkan produktivitas kerja tanpa memeras tenaga kerja dan menjamin kehidupan produktifnya.
7.      Mencegah pemborosan tenaga kerja, modal, alat dan sumbersumber produksi lainnya.
8.      Menjamin tempat kerja yang sehat, bersih, nyaman dan aman sehingga dapat menimbulkan kegembiraan semangat kerja.
9.      Memperlancar, meningkatkan dan mengamankan produksi industri serta pembangunan

C.                Gangguan terhadap keselamatan dan kesehatan kerja
                      Baik aspek fisik maupun sosio-fisikologis lingkungan pekerjaan membawa dampak kepada keselamatan dan kjesehatan kerja. Kondisi-kondisi sosio-fisikologis membawa dampak besar bagi keselamatan dan kesehatan kerja, dan perusahaan yang harus melakukan sesuatu untuk mengatasinya, yaitu, misalnya para pekerja setelah jam kerjamenerimah petunjuk mengenai metode-metode manajemen stress. Petunjuk-petunjuk ini meliputih meditasi, latihan pernapasan, dan satu teknik yang disebut dotstopin. Teknik yang sejenis dengan biofekback ini mengajarkan para pekerja untuk mengendalikan stress mereka dengan mengenang suatu saat yang indah dan memusatkan diri pada perasaan-perasaan dan sensasi-sensasi yang mereka alamih pada waktu itu. Dewasa ini, upaya-upaya untuk meningkatkan keselamatan dan kesehatan kerja tidaklah lengkap tanpa suatu strategi untuk mengurangi stress fisikologis yang berhubungan dengan pekerjaan. 

·      Kecelakan - Kecelakan Kerja
                    perusahaan-perusahaan tertentu atau depertemen tertentu cenderung mempunyai tingkat kecelakan kecelakan kerja yang tinggi daripada lainya. Beberapa krateristik dapat menjelaskan perbedaan tersebut. 

1.      kualitas organisasi. Tingkat kecelakaan berbeda secara substansi meburut jenis industry. Sebagai contoh, perusahaan-perusahaan industry konstruksi dan manufaktur mempunyai tingkat kecelakan yang lebih tinggi daripada perusahaan-perusahaan industry jasa, keuangan, asuransi, dan real estat. Perusahaan-perusahaan kecil dan besar (yaitu perusahaan yang mempunyai kurangdari seratus pekerja dan perusahaan yang mempunyai lebih dari seribu pekerja) mempunyai tingkat kecelakan yang lebih rendah daripada perusahaan-perusahaan menengah.
2.      pekerja yang mudah celaka. Sebagian ahli enunjuk pekerja sebagi penyebab utama terjadinya kecelakaan. Kecelakaan bergantung pada perilaku pekerja, tingkat bahaya dalam lingkungan pekerjaan dan semata-mata bernasib sial. Sampai seberapa jauh seorang pekerja menjadi penyebab kecelakaan dapat menjadi petunjuk kecenderungansi pekerja untuk mengalami kecelakaan? Tidak ada suatu karakteristik pribadi khusus pekerja yang selalu cenderung mendapat kecelakan. Tetapi, karakteristik psikologis dan fisik tentu tampaknya membuat sebagian pekerja lebih mudah mengalami kecelakaan disbanding yang lain. Contohnya, para pekerja yang emosinya ‘tinggi’ mempunyai angka kecelakaan yang lebih kecil daripada pekerja yang emosinya “rendah”, dan para pekerja yang mengalami kecelakaan lebih kecil adalah orang-orang yang lebih optimis dapat dipercaya dan peduli terhadap orang lain dibandingkan dengan para pekerja yang lebih sering mengalami kecelakaan. Para pekerja yang mengalami stress berat lebih mungkin mengalami kecelakaan dibandingkan dengan mereka yang mengalami stress ringan. Para pekerja yang sudah berumur lebih sedikit mengalami kecelakaan dibandingkan mereka yang berusia mudah. Dan orang-orang yang lebih cepat mengenali pola-pola visual daripada membuat manipulasi muscular lebih sedikit mengalami kecelakaan dibandingkan orang-orang dengan karasteristik sebaliknya. Banyak kondisi fisikologis dapat berkaitan dengan kecenderungan mengalami kecelaka –misalnya kebencian dan ketidakmatangan emosional-barang kali merupakan kondisi yang tidak permanen. Karenanya,kondisi-kondisi ini sulit dideteksi sampai suatu ketika terjadi satu kecelakaan
3.      pekerja berperangai sadis. Kekerasan ditempat pekerjaan meningkat dengan pesat, dan perusahaan dianggap bertanggung-jawab terhadap hal itu. Pembunuhan adalah penyebab kematian terbesar di tempat pekerjaan saat ini.
·         Penaykit-Penyakit yang Diakibatkan Dipekerjaan
            sumber-sumber potensial penyakit-penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan yang sama beragamnya seperti gejala-gejala penyakit tersebut. Beberapa badan federal secara sistematis telah mempelajari lingkungan pekerjaan, dan telah mengidentifikasi penyebab penyakit-penyakit berbahaya berasal dari ansenik, asbes, bensin, biglorometiletter, debu batu bara asap tungku batu arang, debu kapas, timah, radiasi dan vinin florida. Para pekerja yang besar kemungkinannya terkena bahaya-bahaya itu meliputih pekerja-pekerja dipabrik kimia dan penyulingan minyak, penambang, pekerja pabrik testil dan pabrik baja, pekerja di peleburan timah, teknisi medis, tukang cat, pembuatan sepatu, dan pekerja industry plastic.riset lebih lanjut tentunya akan dapat mengungkapkan bahaya-bahaya lain yang ingin didiagnosis dan diatasi oleh perusahaan untuk kesejahteraan tenaga kerja mereka dimasa depan. 

1.      kategori penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan dalam jangka panjang, bahaya-bahaya di lingkungan tempat kerja dikaitkan dengan kanker kelenjar tiroid, hati, paru-paru, otak, dan ginjal ; penyakit paru-paru putih, coklat,dan hitam ; leukemia; bronchitis; emphysema; lymphoma; anemia plastic, kerusakan sistim saraf pusat; dan kelainan-kelainan reproduksi (misalnya kemandulan, kerusakan genetic, keguguran, dan cacat pada waktu lahir.
2.      kelompok-kelompok pekerjaan yang berisiko. Penambang, pekerja transportasi dan konstruksi, serta pekerja kerah biru dan pekerja tingkat rendah pada industry manufaktur menderita sebagian besar penyakit-penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan maupun kecelakaan-kecelakaan kerja. Pekerjaan-pekerjaan yang paling tidak aman adalah pertambangan, pertanian, dan konstruksi. disamping itu, sejumlah pekerja industry petro kimia dan pengilangan minyak,pekerja pencelupan, pengguna bahan celup, pekerja pabrik tekstil, pabrik industry plastic, pengecat dan pekerja pabrik kimia adalah yang paling rentan terhadap risiko kecelakaan yang paling berbahaya. Penyakit-penyakit kulit adalah penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan yang paling umum dilaporkan, dimana para pekerja pabrik kulit sebagai kelompok pekerja yang paling banyak terkena.

·         Kehidupan Kerja Berkualitas Rendah
            Bagi banyak pekerja, kehidupan kerja berkualitas rendah disebabkan oleh kondisi tempat kerja yang gagal untuk memenuhi freferensi-freferensi dan minat-minat tertentu serti rasa tanggung jawab, keingina akan pemberdayaan dan keterlibatan dalam pekerjaan, tantangan, harga diri, pengendalian diri, penghargaan, prestasi, keadilan, kemanan, dan kepastian. 

·         Stres Pekerjaan
penyebab umum stress bagi banyak pekerja adalah supervisor (atasan), salary (gaji), security (keamanan), dan safety (keselamatan). Aturan-aturan kerja yang sempit dan tekanan-tekanan yang tiada henti untuk mencapai sejumlah produksi yang lebih tinggi adalah penyebab untama stress yang dikaitkan para pekerja dengan supervisor. Gaji adalah penyebab stress bila dianggap tidak diberikan secara adil. Para pekerja mengalami stress ketika merasa tidak pasti apakah mereka tetap mempunyai pekerjaan bulan depan, minggu depan, atau bahkan besok. Bagi banyak pekerja, rendahnya keamanan kerja bahkan lebih menimbulkan stress dan rendahnya keselamatan kerja-paling tidak, dengan pekerjaan dimana tigkat keselamatan kerja rendah, mereka mengetahui risikonya, sementara dengan pekerja yang tidak aman mere akan terus berada dalam keadaan tidak pasti. 

1.      Perubahan organisasi. Perubahan-perubahan yang dibuat oleh perusahaan biasanya melibatkan sesuatu yang penting dan disertai dengan ketidakpastian. Banyak perubahan dibuat tanpa pemberitahuan-pemberitahuan resmi. Walaupun kabar-kabar burung seriung beredar bahwa aka nada perubahan, bentuk perubahan yang pasti hanya sebatas spekulasi. Orang-orang was-was apakah perubahan tersebut akan mempunya dampak kepada mereka, barangkali dengan mengganti mereka. Atau menyebabkan mereka di pindahkan. Akibtnya, banyak pekerja menderita gejal-gejala stress.
2.      Tingkat kecepatan kerja. Tingkat kecepatan kerja dapat dkendalikan oleh mesin atau manusia. Kecepatan kerja yang diitentukan oleh mesin memberikan kendali atas kecepatan pelaksanaan dan hasil pekerjaan kepada sesuatu selain manusia. Kecepata yang ditentukan oleh manusia tersebut memberikan Kendali kepada manusia. Akibat dari kecepatan yang ditentukan olehn mesin adalah amat besar, pekerja tidak dapat memuaskan kebutuhan yang penting untuk mengendalikan situasi.
3.      Lingkungan fisik. Walaupun otomatisasi kantor adalah suatu cara meningkatkan produktivitas, hal itu mempunya kelemahan-kelemahan yang berhubungan dengan stres. Satu aspek otomatisasi kantor mempunyai karakteristik berkaitan dengan stress adalah video, display, temina (VDT) aspek-aspek lingkungan kerja yang berkaitan dengan stress adalah tempat kerja yang sesat, kurangnya kebebasan pribadi dan kurangnya pengawasan.
4.      Pekerja yang rentan stress. Manusia memang berbeda dalam memberikan respon terhadap penyebab stress. Perbedaaan klasik adalah yang disebut sebagaia tipe A dan prilaku tipe B. orang-orang dengan prilaku tipe A suka melakukan hal-hal menurut cara mereka sendiri, dan mau mengeluarkan banyak tenaga untuk memastikan bahwa tugas-tugas yang sangat sulitpun dikerjakan dengan cara yang mereka sukai. Tetapi, orang-orang tipe A adalah ‘pengerak dan pendobrak’. Mereka menikmati menjadi pemimpin di lingkungan mereka, dan mengubah prilaku orang lain. Orang –orang dengan prilaku tipe B umumnya lebih toleran. Mereka tidak mudah frustasi atau marah, dan mereka juga tidak menghabiskan banyak energy dalam memberikan respon terhadap hal-hal yang mereka tidak sesuai. Orang-orang tipe B biasanya merupakan supervisor yang hebat. Mereka mungkin akan memberikan kebebasan yang besar kepada bawahannya tetapi juga mungkn tidak akan memberikan dukungan keatas yang diperlukan untuk kepemimpinan yang efektif.

D.    Kebijakan LK3 PT. PJB (Pembangkit Jawa Bali)
Dalam menjalankan aktivitas operasionalnya, PJB senantiasa memperhatihan dan mematuhi berbagai ketentuan yang berlaku, termasuk Undang-Undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pasal 86 (2). Pada undang-undang tersebut, disebutkan bahwa penyelenggaraan upaya keselamatan dan kesehatan kerja karyawan wajib dijalankan untuk melindungi keselamatan pekerja atau buruh guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimal.
Selain itu, pengelolaan K3 yang dijalankan PJB berpedoman pada OHSAS 18001. Terkait pelaksanaan SMK3 di lingkungan Perusahaan, PJB mengacu pada Peraturan Pemerintah No. 50 tahun 2012 tentang implementasi SMK3. Kemudian, untuk mendukung hal tersebut, PJB memiliki kebijakan internal terkait pengelolaan K3 yaitu Surat Keputusan Direksi No. 084.K/020/DIR/2014 tentang kebijakan Sistem Manajemen PT Pembangkitan Jawa-Bali. Kebijakan tersebut merupakan pedoman yang berlaku bagi seluruh elemen Perusahaan, khususnya unit-unit pengelola K3 karyawan. Proses pembinaan implementasi K3 di lingkungan kerja unit PJB dimulai dari pembentukan organisasi Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3), sesuai Permenaker
RI No. PER.04/MEN/1987. Hal tersebut diharapkan dapat  menjaga dan mengembangkan bentuk-bentuk kerja sama
Dalam menjalankan aktivitas operasionalnya, PJB senantiasa memperhatihan dan mematuhi berbagai ketentuan yang berlaku, termasuk Undang-Undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pasal 86 (2). Pada undang-undang tersebut, disebutkan bahwa penyelenggaraan upaya keselamatan dan kesehatan kerja karyawan wajib dijalankan untuk melindungi keselamatan pekerja atau buruh guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimal.
Selain itu, pengelolaan K3 yang dijalankan PJB berpedoman pada OHSAS 18001. Terkait pelaksanaan SMK3 di lingkungan Perusahaan, PJB mengacu pada Peraturan Pemerintah No. 50 tahun 2012 tentang implementasi SMK3. Kemudian, untuk mendukung hal tersebut, PJB memiliki kebijakan internal terkait pengelolaan K3 yaitu Surat Keputusan Direksi No. 084.K/020/DIR/2014 tentang kebijakan Sistem Manajemen PT Pembangkitan Jawa-Bali. Kebijakan tersebut merupakan pedoman yang berlaku bagi seluruh elemen Perusahaan, khususnya unit-unit pengelola K3 karyawan. Proses pembinaan implementasi K3 di lingkungan kerja unit PJB dimulai dari pembentukan organisasi Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3), sesuai Permenaker
RI No. PER.04/MEN/1987. Hal tersebut diharapkan dapat  menjaga dan mengembangkan bentuk-bentuk kerja sama
E.     Praktek LK3 PT. PJB (Pembangkit Jawa Bali)
Sebagai wujud komitmen terhadap pengelolaan K3 di lingkungan kerja, PJB menerapkan SMK3 yang berfungsi sebagai sarana untuk memastikan pelaksanaan setiap aktivitas pekerjaan telah sesuai dengan Standard Operating
Procedure (SOP) dan Standar K3 yang berlaku. Pengelolaan terkait hal tersebut dijalankan di bawah pengawasan dan pembinaan oleh Subdirektorat lingkungan dan K3 (LK3) di Unit dan Kantor Pusat PJB, sesuai OHSAS 18001.
Implementasi yang dilakukan mencakup berbagai kegiatan, seperti sosialisasi, penataan ergonomi, simulasi atas pelaksanaan SOP untuk tindakan pencegahan/penanganan kebakaran, penyediaan Alat Pelindung Diri (APD) serta evaluasi yang dilaksanakan secara berkala. Selama 2016, PJB melaksanakan berbagai kegiatan terkait keselamatan dan kesehatan kerja di lingkungan Perusahaan, dengan perincian sebagai berikut:
1.      Promotif/Penyuluhan
·         Presentasi kesehatan dalam Media Klub Pustaka;
·         Peringatan Bulan K3 Nasional 2016;
·         Pelaksanaan Seminar K3 2016;
2.      Preventif/Pencegahan
·         Edukasi one-on-one (personal) follow up medical check up 2016;
·         Medical Check-up tahun 2016;
·         Pelaksanaan lomba Pemadam Kebakaran dan tim PPGD tahun 2016;
·         Pengukuran lingkungan kerja faktor fisika, kimia, biologi dan ergonomi;
3.      Kuratif/Pengobatan
·         Pelayanan kesehatan di ruang dokter;
·         Menjalin kerjasama dengan rumah sakit dan klinik di sekitar perusahaan;
4.      SOP Tanggap Darurat
·         SOP tanggap darurat kebakaran;
·         SOP tanggap darurat ledakan;
·         SOP tanggap darurat gempa bumi;
·         SOP tanggap darurat huru-hara;


DAFTAR PUSTAKA



Tidak ada komentar:

Posting Komentar